Catatan Penting : Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu." (HR.Ahmad).

Lorem

Delete this widget in your dashboard. This is just an example.
Petunjuk Nabi : Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda : "Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah)." (HR.Ahmad dan lainnya).

Petunjuk Nabi

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda : "Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah)." (HR.Ahmad dan lainnya).
Tentang Keutamaan Akhir Puasa Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata : "Bila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya."

Tentang Sepuluh Hari

Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata : "Bila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya."
 

Murrotal Quran

Minggu, 07 Juli 2013

Listen to Quran

Sabtu, 06 Juli 2013

KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL


Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun. (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda : "Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa berpuasa Ramadhan lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun." (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya :
1.      Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2.      Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
3.      Membiasakan  puasa  setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
4.      Puasa Ramadhan sebagaimana disebutkan di muka dapat mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali. Allah Ta'ala berfirman : "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali." (An-Nahl: 92)
5.      Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang  dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup.
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosam dan berat apalagi benci.
Seorang Ulama salaf ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar : "Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal, karena hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman : "Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah yang  dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan, shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.

PETUNJUK NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM TENTANG HARI RAYA

Pada saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi pada'Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta 'ala berfirman : "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah" (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat' Id terlebihdahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat duaraka'at· Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallah u 'alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at pertama serta surat "Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat "Al-A'la" pada raka'at pertama dan "Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang terkenal sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat dan pulang (dari shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan  hamdalah, dan bersabda : "Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah)." (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata : "Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya  ataupun sesudahnya." (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at, demikian pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.

HARI RAYA

Hari raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugerah dan ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman : "Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."
(Yunus: 58).
Sebagian orang bijak berujar:  "Tiada seorang pun yang bergembira dengan selain Allah kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal merasa Senang dengan Tuhannya."
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i dengan sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakka rasa suka cita di hari Raya adalah sunnah da disyari'atkan. Maka diperkenankan memperluas hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya dengan berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat hiburan dan permainan adalah tidak dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai dengan yang disyari'atkan bagi mereka seperti melakukan dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan penghambur-hamburan (harta), tetapi hari Raya adalah untuk berdzikir kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat ini dua buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan permainan dengan dua buah Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari Raya yang selalu datang setiap minggu dan dua hari Raya yang masing-masing datang sekali dalam setiap tahun. Adapun hari Raya yang selalu datang tiap minggu adalah hari Jum'at, ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara sebagai pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib lima kali yang merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu setahun kecuali sekali adalah:
1.      'Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini terselenggara sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas Islam keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api Neraka, sebab puasa Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan pada akhirnya terbebas dari Neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan berbagai dosanya ia  semestinya masuk Neraka, maka Allah mensyari'atkan bagi mereka hari Raya setelah menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada Allah, berdzikir dan bertakbir atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan sedekah pada hari Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang yang berpuasa diberi ganjaran puasanya, dan setelah hari Raya tersebut mereka mendapatkan ampunan.
2.      'Idul Adha di Hari Raya Kurban, ia lebih agung dan utama daripada 'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai penyempurna ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima, bila kaum muslimin merampungkan ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari Raya kaum muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya berupa ganjaran dan pahala. (Lihat  Lathaa'iful Ma'arif,  oleh Ibnu Rajab, hlm. 255-258)
 

HIKMAH DISYARI’ATKANNYA ZAKAT FITRAH

Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah adalah :
a.      Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-Nya.
b.      Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya.
c.      Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37.)
d.      Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Ya Allah terimalah shalat· kami, zakat dan puasa kami serta segala bentuk ibadah kami sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.

ZAKAT FITRAH

Diantara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah :
1.      Firman Allah Ta'ala : "Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
2.      Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya)" (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha'  (+- 3 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam. Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum shalat 'Id, boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah hari Raya. Dari Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhuma : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa. "(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah) (Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya(*),(*)''' Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan bahwa zakat fithrah adalah dari limajenis makanan pokok (Muttafaq 'Alaih). Dan inilah pendapat jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang melarang mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu hlaihi wasallam juga terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya dibolehkan tentu beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun yang membolehkan zakat fithrah dengan nilai tukar adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok manusia) membeyikan jatah seseorang, demikian pula seseorang boleh memberikan jatah orang banyak.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir miskin atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika terbenamnya matahari pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal atau mendapat kesulitan (tidak memiliki sisa makanan bagi diri dan keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya matahari, maka dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia wajib membayarkannya (sebab ia belum terlepas dari tanggungan membayar fitrah).

FATWA-FATWA PENTING

A.     FATWA RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM SEKITAR PUASA :
v      Seorang sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, Saya lupa sehingga makan dan minum, padahal saya sedang berpuasa." Beliau menjawab : "Allah telah memberimu makan dan minum" (HR. Abu Daud). Dan dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad shahih disebutkan "Sempurnakan puasamu dan kamu tidak wajib mengqadhanya, sesungguhnya Allah telah memberimu makan dan minum"  peristiwa itu terjadi pada hari pertama di bulan Ramadhan.
v       Pernah juga beliau ditanya tentang benang putih dan hitam, jawab beliau : "Yaitu terangnya siang dan gelapnya malam." (HR. An-Nasa'i). "Seorang sahabat bertanya: "Saya mendapati shalat shubuh dalam keadaan junub, lain saya berpuasa -bagaimana hukumnya-? Jawab beliau : "Aku juga pernah mendapati Shubuh dalam keadaan junub, lantas aku berpuasa. "Ia berkata: "Engkau tidak seperti kami wahai Rasulullah, karena Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang lalu ataupun yang belakangan. Nabi shallallahu halaihi wasallam menjawab : "Demi Allah, sungguh aku berharap agar aku menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan paling tahu akan sesuatu yang bisa dijadikan alat bertakwa." (HR. Muslim).
v      Beliau pernah ditanya tentang puasa di perjalanan, maka beliau menjawab : "Terserah Kamu, boleh berpuasa boleh pula berbuka." (HR. Muslim).
v      Hamzah bin 'Amr pernah bertanya : "Wahai Rasulullah, saya mampu berpuasa dalam perjalanan, apakah saya berdosa?" Beliau menjawab : "Ia adalah rukhshah (keringanan) dari Allah, barangsiapa mengambilnya baik baginya dan barangsiapa lebih suka berpuasa maka ia tidak berdosa." (HR. Muslim).
v      Sewaktu ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan tidak berturut-turut, beliau menjawab : "Hal itu kembali kepada dirimu (tergantung kemampuanmu), bagaimana pendapatmu jika salah seorang di antara kamu mempunyai tanggungan hutang lalu mencicilnya dengan satu dirham dua dirham, tidakkah itu merupakan bentuk pelunasan? Allah Maha Pemaaf dan Pengampun." (HR. Ad-DaYuquthni, isnadnya hasan).
v      Ketika ditanya oleh seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya telah  meninggal sedangkan ia berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa untuknya? Beliau menjawab : "Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang lantas kamu lunasi, bukankah itu membuat lunas hutangnya? la berkata, 'Benar'.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.' Hadits Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul Muwaqqii'in 'An Rabbil 'Aalamiin, oleh Ibnul Qayyim, 4/266-267)
B.     SEBAGIAN FATWA IBNU TAIMIYAH
Beliau ditanya tentang hukum berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung (istinsyaq), bersiwak, mencicipi makanan, muntah, keluar darah meminyaki rambut dan memakai celak bagi seseorang yang sedang berpuasa, Jawaban beliau : "Adapun berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung adalah disyari'atkan, hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya juga melakukan hal itu, tetapi beliau berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah : "Berlebih-lebihanlah kamu dalam menghirup air ke hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Maajah serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melarang istinsyaq bagi orang yang berpuasa, tetapi hanya melarang berlebih-lebihan dalam pelaksanaannya saja.
Sedangkan bersiwak adalah boleh, tetapi setelah zawal (matahari condong ke barat) kadar makruhnya diperselisihkan, ada dua pendapat dalam masalah ini dan keduanya diriwayatkan dari Imam Ahmad, namun belum ada dalil syar'i yang menunjukkan makruhnya, yang dapat menggugurkan keumuman dalil bolehnya bersiwak.
Mencicipi makanan hukumnya makruh jika tanpa keperluan yang memaksa, tapi tidak membatalkan puasa. Adapun jika memang sangat perlu, maka hal itu bagaikan berkumur, dan boleh hukumnya.
Adapun mengenai hukum muntah-muntah, jika memang disengaja dan dibikin-bikin maka batal puasanya, tetapi jika datang dengan sendirinya tidak membatalkan. Sedangkan memakai minyak rambut jelas tidak membatalkan puasa.
Mengenai hukum keluar darah yang tak dapat dihindari seperti darah istihadhah, luka-luka, mimisan (keluar darah dari hidung) dan lain sebagainya adalah tidak membatalkan puasa, tetapi keluarnya darah haid dan nifas membatalkan puasa sesuai dengan kesepakatan para ulama.
Adapun mengenakan celak (sipat mata) yang tembus sampai ke otak, maka Imam Ahmad dan Malik berpendapat : Hal itu membatalkan puasa, tetapi Imam Abu Hanifah dan Syafi'i berpendapat: hal itu tidak membatalkan. (Lihat Majmu' Fataawaa, oleh Ibnu Taimiyah, 25/266-267. Wallahu A 'lam.
Ibnu Taimiyah menambahkan dalam "Al-Ikhtiyaaraat" : "Puasa seseorang tidak batal sebab mengenakan celak, injeksi (suntik), zat cair yang diteteskan di saluran air kencing, mengobati luka-luka yang tembus sampai ke otak dan luka tikaman yang tembus ke dalam rongga tubuh. Ini adalah pendapat sebagian ulama. (Lihat Al Ikhtiyaraatul Fiqhiyah, hlm. 108) Wallahu A 'lam'.
C.     SEBAGIAN FATWA SYAIKH ABDURRAHIMAN NASIR ASSA'DI
Beliau ditanya tentang orang yang meninggal sebelum melunasi puasa wajibnya, bagaimana hukumnya? Jawaban beliau : "Jika ia meninggal sebelum membayar puasa wajibnya, seperti orang yang meninggal dalam keadaan berhutang puasa Ramadhan, kemudian diberikan kepadanya kesehatan, namun dia belum sempat menunaikannya, maka waijb baginya memberi makan kepada satu orang miskin setiap hari sesuai dengan jumlah puasa yang ia tinggalkan. Menurut Ibnu Taimiyah, jika puasanya diwakili maka sah hukumnya, hal ini kuat sumber hukumnya.
Kondisi kedua : Ia meninggal sebelum dapat menunaikan tanggungan hutangnya seperti sakit di bulan Ramadhan dan mati di pertengahannya, sedangkan ia tidak berpuasa karena sakit tersebut atau bahkan sakitnya berlangsung terus hingga ajalnya tiba. Hal ini tidak menjadikannya wajib membayar kaffarah meskipun kematiannya setelah rentang waktu yang cukup lama, karena ia tidak gegabah dan melalaikannya, demikian pula ia tidak meninggalkannya kecuali adanya udzur syar'i. (Lihat Al Irsyaadu Ilaa Ma'rifatil Ahkaam, hlm. 85-86.)
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa meninggal dunia sedangkan in punya tanggungan puasa, maka walinya boleh berpuasa menggantikannya." (Muttafaq 'Alaih).
Hadits ini menunjukkan anjuran berpuasa kepada orang yang masih hidup untuk si mayit, dan bahwasanya jika seseorang meninggal dalam keadaan memiliki hutang puasa, maka boleh digantikan oleh walinya."
Imam Nawawi berkomentar : "Para ulama berbeda pendapat tentang mayit yang memiliki tanggungan puasa wajib, seperti puasa Ramadhan, qadha' dan nadzar ataupun yang lain. Apakah wajib diqadha untuknya?
Dalam masalah ini Imam Syafi'i memiliki dua pendapat, yang terpopuler adalah, Tidak wajib diganti puasanya, sebab puasa pengganti untuk si mayit pada asalnya tidak sah. Adapun pendapat kedua, 'Disunnahkan bagi walinya untuk berpuasa sebagai pengganti bagi si mayit, hingga si mayit terbebas dari tanggungannya dan tidak usah membayar kaffarah (memberi makan orang miskin sesuai dengan bilangan puasa yang ditinggalkannya). Pendapat inilah yang benar dan terbaik menurut keyakinan kami. Dan pendapat inipun dibenarkan oleh para penelaah madzhab kami -yang menghimpun dan menyatukan disiplin ilmu fiqh dan hadits- berdasarkan hadits-hadits shahih diatas. (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 158.) Wallahu A 'lam. "
D.     BEBERAPA FATWA ULAMA NEJED (ARAB SAUDI)
v      Syaikh Abdullah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai mulai kapan seorang anak yang menginjak dewasa diperintah melakukan ibadah puasa? Beliau menjawab : "Anak yang belum dewasa jika ia mampu berpuasa maka pantas diperintah melaksanakannya, dan bila meninggalkannya diberi hukuman.
v      Syaikh Hamd bin Atiq ditanya tentang seorang wanita yang mendapati darah sebelum terbenam matahari, apakah puasanya dinyatakan sah?
Beliau menjawab : "Puasanya tidak sempurna pada hari itu."
v      Syaikh Abdulah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai orang yang makan (berbuka) di bulan Ramadhan, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Orang yang makan di siang hari bulan Ramadhan atau minum harus diberi pelajaran (dengan hnkuman) supaya jera."
v      Syaikh Abdullah Ababathin ditanya tentang orang yang berpuasa mendapatkan aroma sesuatu, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Semua aroma yang tercium oleh orang yang sedang menunaikan ibadah puasa tidak membatalkan puasanya kecuali bau rokok, jika ia menciumnya dengan sengaja maka batallah puasanya.
Tetapi jika asap rokok masuk ke hidungnya tanpa disengaja tidak membatalkan, sebab amat sulit untuk menghindarinya. Wallahu A'lam"
Semoga sbalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi MUhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, segenap keluarga dan sababatnya, amin.
 

CATATAN PENTING

1.      Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang membuat berbagai variasi pada menu makanan dan minuman mereka. Walaupun hal itu diperbolehkan, tetapi tidak dibenarkan israf (erlebih-lebihan) dan melampaui batas. Justeru seharusnya adalah menyederhanakan makanan dan minuman. Allah Ta'ala berfirman : "Makan dan minumlah dan janganlah kalian berbuat israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf." (Al-A'raaf: 31). Ayat ini termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian salaf berkomentar : "Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya dalam setengah ayat," lantas membacakan ayat ini. ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan minum yang merupakan penopang utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian melarang berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat membahayakan tubuh. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa disertai dengan berlebih-lebihan dan kesombongan." (HR. Abu Daud dan Ahmad, Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi : “Tiada tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam daripada perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa snap yang dapat menopang tulang punggungnya (penyambung hidupnya) jika hal itu tidak bisa dihindari maka masing-masing sepertiga bagian untuk makanannya, minumnya dan nafasnya." (HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau berkomentar: Hadits ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar utama bagi semua dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar radhiallahu'anhu berkata : "Tidak pantas bagi seorang mukmin menjadikan perutnya sebagai tujuan utama, dan nafsu syahwat mengendalikan dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Jika Anda menghendaki badan sehat dan tidur sedikit, maka makanlah sedikit saja."
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu." (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak teringan akibat berlebih-lebihan dalam makan dan minum adalah banyak tidur dan malas melaksanakan shalat tarawih serta membaca Al-Qur'an, baik di waktu malam atau di siang hari. Barangsiapa yang banyak makan dan minumnya, maka akan banyak tidurnya sehingga tidak sedikit kerugian yang menimpanya
Karena ia telah menyia-nyiakan detik-detik Ramadhan yang mulia dan sangat berharga yang tidak dapat digantikan dengan waktu lain serta tidak ada yang menyamainya. Ketahuilah bahwa waktumu terbatas dan detak nafasmu terkalkulasi rapi, sedangkan  dirimu nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas waktumu, dan kamu akan diganjar atas perbuatan yang kamu lakukan di dalamnya. Maka janganlah sekali-kali kamu menyia-nyiakannya tanpa amal perbuatan dan jangan kamu biarkan umurmu pergi percuma, terutama pada bulan dan musim yang mulia dan agung ini.
2.      Jika diperhatikan, banyak manusia yang menghabiskan siang hari di bulan Ramadhan hanya untuk tidur mendengkur, sementara malamnya mereka habiskan untuk mengobrol dan bermain-main, sehingga mereka tidak merasakan puasa sedikit pun bahkan tidak sedikit yang  meninggalkan shalat berjamaah, semoga Allah menunjukinya. Hal ini mengandung bahaya dan kerugian yang sangat besar bagi mereka, karena Ramadhan adalah musim segala ibadah seperti melaksanakan shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, dzikir, berdo'a dan mohon ampunan. Ramadhan merupakan bilangan hari, yang berlalu dengan cepat dan menjadi saksi ketaatan bagi orang-orang yang taat, sekaligus sebagai saksi bagi para tukang maksiat atas semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim selalu memanfaatkan waktunya dalam hal-hal yang berguna, janganlah memperbanyak makan di malam hari dan tidur di siang hari, jangan pula  menyia-nyiakan sedikit pun waktunya tanpa berbuat amal shalih atau mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwasanya ia berkata : "Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan bulan Ramadhan sebagai saat untuk berlomba-lomba dalam amal kebajikan dan bersaing dalam melakukan amal shalih. Maka satu kaum mendahului lainnya dan mereka menang, sedangkan yang lain terlambat dan mereka pun kecewa."
Ketahuilah bahwa siang dan malam hari itu merupakan gudang bagi manusia yang sarat dengan simpanan amal baik atau buruknya. Kelak pada hari Kiamat akan dibuka gudang ini untuk (diperlihatkan dan diserahkan kepada) pemiliknya. Orang-orang yang bertakwa akan mendapati simpanan mereka berupa penghargaan dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa yang menyia-nyiakan waktunya akan mendapatkan kerugian dan penyesalan.
3.      Sebagian orang malah begadang sepanjang malam, yang hal tersebut hanya membawa dampak negatif, baik berupa obrolan kosong, permainan yang tidak ada manfaatnya ataupun keluyuran di jalanan. Mereka makan sahur di pertengahan malam dan tertidur sehingga tidak melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam hal inl banyak hal-hal yang dilarang, di antaranya adalah :
a.      Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat membenci tidur sebelum shalat Isya' dan berbicara sesudahnya, kecuali dalam hal-hal yang baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Mas'ud : "Tidak diperkenankan bercakap-cakap di malam hari kecuali bagi orang yang sedang mengerjakan shalat atau sedang bepergian." (HR. Ahmad, As-Suyuti menandainya sebagai hadits hasan).
b.      Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan Ramadhan dengan percuma, padahal manusia akan merugi sekali dari setiap waktunya yang berlalu tanpa diisi dengan dzikir sedikit pun kepada Allah.
c.      Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan dan disunnahkan yakni di akhir malam sebelum fajar.
d.      Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga meninggalkan shalat Shubuh tepat pada waktunya dengan berjamaah, padahal pahalanya sebanding dengan melaksanakan shalat separuh malam bahkan semalam suntuk, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Utsman radhiallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa mendirikan shalat Isya' dengan berjamaah, maka ia bagaikan melaksanakan shalat separuh malam, dan barangsiapa shalat shubuh berjamaah maka ia bagaikan shalat semalam suntuk." (HR. Muslim).
Oleh karena itu, mereka yang selalu mengakhirkan shalat dan bermalas-malasan dalam melaksanakannya serta menghalangi dirinya sendiri dari keutamaan dan pahala shalat berjamaah yang agung berarti memiliki sifat-sifat orang munafik.
Allah Ta 'ala berfirman : "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka mendirikan shalat mereka mendirikannya dengan malas." (An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya shalat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui pahalanya, niscaya mereka mendatanginya kendatipun dengan merangkak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka sudah selayaknya -terutama di bulan Ramadhan- setiap muslim segera tidur setelah melaksanakan shalat tarawih, lain secepatnya bangun di akhir malam, kemudian shalat malam dan menyibukkan diri dengan dzikir, do'a, istighfar dan taubat sebelum dan seusai sahur hingga shalat fajar.
Tetapi lebih utama lagi jika ia habiskan malam harinya dengan membaca dan  mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi shallallahu a'alaihi wasallam bersama Jibril 'alaihis salam.
Allah Ta'ala memuji dan menyanjung orang-orang yang memohon ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam firman-Nya : "Mereka sedikit sekali ridur di malam hari, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan kepada Allah)." (Adz-Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Allah Ta'ala turun ke langit dunia setiap malam sewaktu malam tinggal sepertiga bagian akhir, lantas berfirman, “Barangsiapa berdo'a akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang memohon pasti Aku perkenankan. Barangsiapa minta ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga terbit fajar."  (HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang selalu berharap rahmat Tuhannya dan takut terhadap siksaNya- memanfaatkan kesempatan penting ini, dengan berdo'a dan mohon ampun kepada Allah untuk dirinya, kedua orang tuanya, anak-anaknya, segenap kaum muslimin dan para penguasanya. Memohon ampun dan bertaubat kepada Allah di setiap malam bulan Ramadhan dan di setiap saat dari umurnya yang terbatas sebelum maut menjemput, amal perbuatan terputus dan penyesalan berkepanjangan. Allah Ta'ala berfirman : "Dan bertaubatlah kalian semua orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung." (An-Nuur: 31),
Ya Allah terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke haribaan Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.

PERINGATAN

Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka bertaubat, mendirikan shalat dan melaksanakan badah puasa. Namun jika Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan shalat dan melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah seburuk-buruk manusia, karena mereka tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa pemilik bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di setiap waktu dan Allah Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja  dan kapan saja. Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni segala dosanya. Allah Ta'ala berfirman : "Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orangyang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nur : 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (At-Tahrim : 8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada Allah dengan lisannya, namun hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan bertekad untuk kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, Dzat yang tiada Tuhan yang haq kecuali Dia, Yang Maha hidup dan Berdiri Sendiri. Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah taubatku karena sesungguhnya hanya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah aku telah berbuat banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri dan tiada yang dapat mengampuni dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabat beliau.

BERPISAH DENGAN RAMADHAN

Disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan disebutkan: "Dan (dosanya) yang Kemudian”. "Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar, karena iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda : "Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui batas-batasnya (ketentuan-ketentuannya) serta memelihara hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah lalu."
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda : "Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "
Hadits ini memiliki dua konotasi :
Pertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan syarat menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.
Kedua   : Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut hanya menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur ulama berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat nashuha (taubat yang semurni-murninya) .
Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini yakni puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada malam Lailatul Qadar, masing-masing dapat menghapus dosa yang telah lampau, dengan syarat meninggalkan segala bentuk dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman tertentu di dunia atau ancaman keras di akhirat, seperti zina, mencuri, minum arak, melakukan praktek riba, durhaka terhadap orang tua, memutuskan tali keluarga dan memakan harta anak yatim secara zhalim dan semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin orang-orang yang menjauhi dosa besar akan diampuni semua dosa kecil mereka : "Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang  mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu) dan Kami memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga)." (An-Nisaa': 31).
Barangsiapa melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya secara sempurna, maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa yang curang dalam pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas untuknya. Jika Neraka Wail diperuntukkan bagi orang yang mengurangi takaran di dunia, bagaimana halnya dengan mengurangi takaran agama.
Ketahuilah bahwa para salafus shalih sangat bersungguh-sungguh dalam mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas memperhatikan dan mementingkan diterimanya amal tersebut dan sangat khawatir jika ditolak. Mereka itulah orang-orang yang diganjar sesuai dengan perbuatan mereka sedangkan hatinya selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada bentuk amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta 'ala berfirman : "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka berdo'a (memohon kepada Allah) selama 6 (enam) bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan, kemudian berdo'a lagi selama 6 (enam) bulan berikutnya agar semua amalnya diterima.
Banyak sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di bulan Ramadhan oleh karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan ampunan tersebut, maka sangatlah merugi. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Jibril mendatangiku seraya berkata : “Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan ampunan, kemudian mati, maka ia masuk Neraka serta dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata lagi;'Ucapkan amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku, bahwasanya puasa di bulan Ramadhan, melaksanakan shalat di malam harinya dan pada malam Lailatul Qadar, bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak berdzikir dan berdo'a serta mohon ampunan dalam bulan mulia ini merupakan sebab diberikannya ampunan, jika tidak ada sesuatu yang menjadi penghalang, seperti meninggalkan kewajiban ataupun melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang muslim melakukan berbagai faktor yang membuatnya mendapat ampunan dan tiada sesuatu pun yang menjadi penghalang baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan. Allah Ta 'ala berfirman : "Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar." (Thaaha : 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatnya ampunan hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal shalih yang dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai dengan tuntunan As-Sunnah dan senantiasa dalam keadaan demikian hingga mati. Allah Ta'ala berfirman : "Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal)." (Al-Hijr : 99). Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan seorang mukmin selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu tergantung kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di dalamnya, maka di kala hari raya tiba, Allah memerintahkan hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam larinya, pertolongan-Nya terhadap mereka dalam nelaksanakan puasa tersebut, ampunan atas segala dosa dan pembebasan dari api Neraka. Maka sudah selayaknya bagi mereka untuk memperbanyak dzikir, takbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu, bertaqwa kepada-Nya  dengan  sebenar-benar ketaqwaan. Allah Ta'ala berfirman : "Dan hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa demikian halnya kita semua, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena perbuatan-perbuatan jelekmu. Alangkah banyak orang sepertimu yang dibebaskan dari Neraka dalam bulan ini, berprasangka baiklah terhadap Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala dosamu, karena sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan seseorang pun melainkan karena ia membinasakan dirinya sendiri. Allah Ta 'ala berfirman : "Katakanlah:  "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kama berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar (permohonan ampun), karena istighfar merupakan penutup segala amal kebajikan, seperti shalat, haji dan shalat malam. Demikian pula dengan majlis-majlis, sebaiknya ditutup dengannya. Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir maka istighfar adalah pengukuh baginya, namun jika majlis tersebut tempat permainan maka istighfar berfungsi sebagai pelebur dan penghapus dosa. (Lihat kitab Lathaaiful-Ma'aarif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 220-228)

SYARAT-SYARAT TAUBAT

Taubat dari segala dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat itu terjadi antara hamba dengan Allah, tidak berkaitan dengan hak manusia maka ada tiga syarat taubat :
1.      Hendaknya ia meninggalkan maksiat tersebut.
2.      Menyesali perbuatannya.
3.      Berniat teguh untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut selama-lamanya.
Apabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah.
Adapun jika maksiat itu berkaitan dengan hak manusia maka taubat itu diterima dengan empat syarat. Yakni ketiga syarat di muka, dan yang keempat hendaknya ia menyelesaikan hak yang bersangkutan. Jika berupa harta atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya.  Jika berupa had (hukuman) atas tuduhan atau sejenisnya maka hendaknya had itu ditunaikan atau ia meminta maaf darinya. Jika berupa ghibah (menggunjing) maka ia harus memohon maaf.
Ia wajib meminta ampun kepada Allah dari segala dosa. Jika ia bertaubat dari sebagian dosa, maka taubat itu diterima di sisi Allah, dan dosa-dosanya yang lain masih tetap ada. Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma' yang menunjukkan wajibnya melakukan taubat. Dalil-dalil yang dimaksud telah kita uraikan di muka. Allah menyeru kita untuk bertaubat dan ber-istighfar, Ia menjanjikan untuk mengampuni dan menerima taubat kita, merahmati kita manakala kita bertaubat kepada-Nya serta mengampuni dosa-dosa kita, dan sungguh Allah tidak mengingkari janji-Nya.
Ya Allah, terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Amin.

TAUBAT DAN ISTIGHFAR

A.     Ayat-ayat tentang taubat :
Allah Ta'ala berfirman : "Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampauli batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Az-Zumar: 53), "Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (An-Nisa': 110).
"Dan Dia-lah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. "(AsySyuura: 25).
"Orang-orang yang mengevjakan kejahatan kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman, sesungguhnya Tuhan kamu, sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang "(Al-A'raaf: 153),
"Dan bertaubatlah Kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. "(An-Nur: 31).
"Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Al-lah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (A1-Maa'idah: 74).
"Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?" (At- Taubah: 104).
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. (At-Tahriim: 8).
"Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar. (Thaaha: 82).
'Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?
Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu Balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal." (Ali Imraan: 135-136).
Firman Allah Ta'ala: 'Mereka ingatAllah, maksudnya mereka ingat keagungan Allah, ingat akan perintah dan larangan-Nya, janji dan ancaman-Nya, pahala dan siksa-Nya sehingga mereka segera memohon ampun kepada Allah dan mereka mengetahui bahwasanya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah.
Dan firman Allah Ta'ala : "Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu." Yakni mereka tidak tetap melakukannya padahal mereka mengetahui hal itu dilarang dan bahwa ampunan Allah bagi orang yang bertaubat daripadanya.
Dalam hadits disebutkan : "Tidaklah (dianggap) melanjutkan (perbuatan keji) orang yang memohon ampun, meskipun dalam sehari ia ulangi sebanyak 70 kali." (HR. Abu Ya'la Al-Maushuli, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Al-Bazzaar dalam Musnadnya, Ibnu Katsiir mengatakan, ia hadits hasan; TafsiY Ibnu Katsir, 1/408).

B.     Hadits-hadits tentang taubat :
  1. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan memohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya aku beutaubat dalam sehari sebanyak 100 kali" (HR. Muslim). Demikianlah keadaan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya, baik yang lain maupun yang akan datang. Tetapi Rasul shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba yang pandai bersyukur, pendidik yang bijaksana, pengasih dan penyayang. Semoga shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan Allah kepada beliau.
     
  2. Abu Musa radhiallahu 'anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Sesungguhnya Allah membentangkan Tangan-Nya pada malam hari agar beutaubat orang yang berbuat jahat di siang hari dan Dia membentangkan Tangan-Nya pada siang hari agar bertaubat orang yang berbuat jahat di malam hari, sehingga matahari terbit dari Barat (Kiamat)." (HR. Muslim)
  3. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalkam bersabda : "Barangssapa bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, niscaya Allah menerima taubatnya." (HR.Muslim) Sebab jika matahari telah terbit dari Barat maka, pintu taubat serta merta ditutup. Demikian pula tidak ada gunanya taubat seseorang ketika dia hendak meninggal dunia. Allah berfirman : "Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajaran kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya aku bertaubat sekarang.” (An- Nisaa': 18)
  4. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama (nyawanya) belum sampai di kerongkongan." (HR· At-Tirmidzi, dan ia meng-hasan-kannya). Karena itu setiap muslim wajib bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan maksiat di setiap waktu dan kesempatan sebelum ajal mendadak menjemputnya sehingga ia tak lagi memiliki kesempatan, lalu baru menyesal, meratapi atas kelengahannya. Dan sungguh, tak seorang pun meninggal kecuali ia menyesal. Jika dia orang baik, maka ia menyesal mengapa dia tidak memperbanyak kebaikannya, dan jika ia orang jahat maka ia menyesal mengapa ia tidak bertaubat, memohon ampun dan kembali kepada Allah.
     
  5. Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa senantiasa beristighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya kelapangan dan untuk setiap kesempitannya jalan keluar, dan akan diberi-Nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangka." (HR. Abu Daud) (Lihat kitab Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm. 172-178) Imam Al-Auza'i ditanya: "Bagaimana cara beristighfar? Beliau menjawab: "Hendaknya mengatakan : "Astaghfirullah, astaghfirullah." Artinya, aku memohon ampunan kepada Allah.
  6. Anas radhiallahu'anhu meriwayatkan, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, Allah berfirman : "Allah Ta'ala berfirman:"Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau memohon dan mengharap kepadaku, niscaya Aku ampuni dosa-dosamu yang lalu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu sampai ke awan langit, kemudian engkau memohon ampun kepadaku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepadaku dengan dosa-dosa sepenuh bumi dan kamu menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datangkan untukmu ampunan sepenuh bumi (pula)." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan),
Dalam hadits di atas disebutkan tiga sebab mendapatkan ampunan :
  1. Berdo'a dengan penuh harap.
  2. Beristighfar, yaitu memohon ampunan kepada Allah.
  3. Merealisasikan tauhid, dan memurnikannya dari berbagai bentuk syirik, bid'ah dan kemaksiatan. Hadits di atas juga menunjukkan luasnya rahmat Allah, ampunan, kebaikan dan  anugerah-Nya yang banyak.

LAILATUL QADAR

Allah Ta 'ala berfirman : "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (Al-Qadr: 1-5), Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta'ala berfirman : "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi." (Ad Dukhaan : 3) Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta 'ala : "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata : "Allah menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah : "Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." (Ad-Dukhaan: 4).
Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur'anul Karim : "Dan tahukah kama apakah Lailatul Qadar itu?" ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 4/429.)
Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya : "Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan." Maksudnya, beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, membaca, dzikir dan do'a sama dengan beribadah selama seribu bulan, pada bulan-bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar. Dan seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk Jibril 'alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya : "Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar" (Al-Qadar: 5) Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di  dalamnya,  sampai  terbit  fajar.  Di  malam  itu,  para malaikat -termasuk malaikat Jibril- mengucapkan salam kepada orang-orang beriman.
Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda :"Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya). Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.
Adapun qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam tersebut dengan tahajud, shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat kepada Allah Ta 'ala.
Aisyah radhiallahu 'anha berkata, aku bertanya : "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan di dalamnya?" Beliau menjawab, katakanlah : "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau mencintai Pengampunan maka ampunilah aku." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan shahih).
Pelajaran dari surat Al-Qadr :
1.      Keutamaan Al-Qur'anul Karim serta ketinggian nilainya, dan bahwa ia diturunkan pada saat Lailatul Qadar.
2.      Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia menyamai seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.
3.      Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti malam yang mulia ini dengan berbagai amal shalih.
Jika Anda telah mengetahui keutamaan-keutamaan malam yang agung ini, dan ia terbatas pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan maka seyogyanya Anda bersemangat dan bersungguh-sungguh pada setiap malam dari malam-malam tersebut, dengan shalat, dzikir, do'a, taubat dan istighfar. Mudah-mudahan dengan demikian Anda mendapatkan Lailatul Qadar, sehingga Anda berbahagia dengan kebahagiaan yang kekal yang tiada penderitaan lagi setelahnya Di malam-malam tersebut, hendaknya Anda berdo'a dengan do'a-do'a bagi kebaikan dunia-akhirat, di antaranya :
1.      "Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan penjaga urusanku, dan perbaikilah untukku duniaku yang di dalamnya adalah kehidupanku, dan perbaikilah untukku akhiratku yang kepadanya aku kembali, dan jadikanlah kehidupan (ini) menambah untukku dalam setiap kebaikan, dan kematian menghentikanku dari setiap kejahatan. Ya Allah bebaskanlah aku dari (siksa) api Neraka, dan lapangkanlah untukku rizki yang halal, dan palingkanlah daripadaku kefasikan jin dan manusia, wahai Dzat Yang Hidup dan terus menerus mengurus (makhluk-Nya)"
2.      "Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa Neraka. Wahai Dzat Yang Hidup lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki Keagungan dan Kemulyaan."
3.      "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon hal-hal yang menyebabkan (turunnya) rahmat-Mu, ketetapan ampunan-Mu, keteguhan dalam kebenaran dan mendapatkan segala kebaiikan, selamat dari segala dosa, kemenangan dengan (mendapat) Surga serta selamat dari Neraka. Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurusi makhluk-Nya, Wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
4.      "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu pintu-pintu kebajikan, kesudahan (hidup) dengannya serta segala yang menghimpunnya, secara lahir-batin, di awal maupun di akhirnya, secara terang-terangan maupun rahasia. Ya Allah, kasihilah keterasinganku di dunia dan kasihilah kengerianku di dalam kubur serta kasihilah berdiriku di  hadapanmu kelak di akhirat. Wahai Dzat Yang Mahahidup, yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan. "
5.      "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, 'afaaf (pemeliharaan dari segala yang tidak baik) serta kecukupan."
6.      "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, mencintai pengampunan maka ampunilah aku. "
7.      "Ya Allah, aku mengharap rahmat-Mu maka janganlah Engkau pikulkan (bebanku) kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata, dan perbaikilah keadaanku seluruhnya, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. "
8.      "Ya Allah, jadikanlah kebaikan sebagai akhir dari semua urusan kami, dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksa akhirat."
9.      "Ya Tuhan kami, terimalah (permohonan) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang memiliki keagungan dan kemuliaan."
"Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya. "

Catatan Penting

Please note: Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu." (HR.Ahmad). .

Ipsum

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.

Dolor

Please note: Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.