KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL
Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu
'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa
berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di
bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun. (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i,
meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda :
"Puasa Ramadhan
(ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari
(di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah
bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah
dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa
berpuasa Ramadhan lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia
bagaikan telah berpuasa selama setahun." (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri
berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang
dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu
tahun penuh, karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya,
sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan
memiliki banyak manfaat, di antaranya :
1.
Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan
penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2.
Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi
sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti
perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan
perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang
dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu
membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
3.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa
Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia
menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak
mengatakan: "Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh
karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan
kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika
seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu
merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
4.
Puasa Ramadhan sebagaimana disebutkan di muka dapat mendatangkan
maghfirah atas dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan
mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari pembagian
hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur
atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan
dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian
ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah
dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia
malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang
membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan
puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul,
ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya
kembali. Allah Ta'ala berfirman : "Dan janganlah
kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal
dengan kuat menjadi cerai berai kembali." (An-Nahl: 92)
5.
Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang
dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan
Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih
hidup.
Orang yang setelah Ramadhan
berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang
yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak
sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa
berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka
sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang
bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bukti
kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosam dan berat apalagi
benci.
Seorang Ulama salaf ditanya
tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan tetapi
jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar :
"Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di
bulan Ramadhan saja, padahal orang shalih adalah yang beribadah dengan
sungguh-sunggguh di sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang
yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal, karena
hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggungan hutangnya.
Kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah
melakukan puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang
mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa
shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba
untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah
disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat,
di antaranya; ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu,
merupakan salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada
hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa
dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat
memohon pertolongan, shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan
Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.
PETUNJUK NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM TENTANG HARI RAYA
Pada saat hari Raya 'Idul Fitri,
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma
-dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat
'Id. Tetapi pada'Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau
pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul
Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya,
dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera
menyembelih binatang kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta
'ala berfirman : "Maka dirikanlah
shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah" (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh dalam mengikuti
sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali
setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau
senantiasa bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam
melaksanakan shalat' Id terlebihdahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat
duaraka'at· Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan
Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak
mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari
Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Dia membaca hamdalah dan memuji
Allah Ta 'ala serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar
mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallah u
'alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada
raka'at pertama serta surat "Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat
"Al-A'la" pada raka'at pertama dan "Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian
beliau bertakbir lalu ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain
membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau menghadap ke arah jamaah,
sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan
khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang
berbeda ketika yang terkenal sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu
berangkat dan pulang (dari shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara
yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah)." (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu
'anhuma, ia berkata : "Bahwasanya Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai
shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya." (HR. Al Bukhari dan Muslim dan
yang lain).
Hadits ini menunjukkan
bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at, demikian pula mengisyaratkan tidak
disyari'atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah
Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada
Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
HARI RAYA
Hari raya adalah saat berbahagia
dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia adalah
karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan
memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap janji-Nya kepada mereka
untuk mendapatkan anugerah dan ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah:
"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Yunus: 58).
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Yunus: 58).
Sebagian orang bijak berujar:
"Tiada seorang pun yang bergembira dengan selain Allah kecuali karena
kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan
permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal merasa Senang dengan
Tuhannya."
Ketika Nabi shallallahu alaihi
wasallam tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka
bermain-main di dalamnya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
: "Allah telah
memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) 'Idul fitri dan
'Idul Adha (HR. Abu
Daud dan An-Nasa'i dengan sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa
menampakka rasa suka cita di hari Raya adalah sunnah da disyari'atkan. Maka
diperkenankan memperluas hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap
kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan yang bisa mendatangkan
kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya lupa untuk ta'at
kepada Allah.
Adapun yang dilakukan kebanyakan
orang di saat hari Raya dengan berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat
hiburan dan permainan adalah tidak dibenarkan, karena hal itu tidak sesuai
dengan yang disyari'atkan bagi mereka seperti melakukan dzikir kepada Allah.
Hari Raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan penghambur-hamburan
(harta), tetapi hari Raya adalah untuk berdzikir kepada Allah dan
bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat ini dua
buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan permainan dengan dua buah Hari Raya
yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin
mempunyai tiga hari Raya: hari Raya yang selalu datang setiap minggu dan dua
hari Raya yang masing-masing datang sekali dalam setiap tahun. Adapun hari Raya
yang selalu datang tiap minggu adalah hari Jum'at, ia merupakan hari Raya
mingguan, terselenggara sebagai pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib lima
kali yang merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Sedangkan dua hari Raya yang tidak
berulang dalam waktu setahun kecuali sekali adalah:
1. 'Idul Fitri setelah puasa
Ramadhan, hari raya ini terselenggara sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang
merupakan rukun dan asas Islam keempat. Apabila kaum muslimin merampungkan puasa
wajibnya, maka mereka berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari
api Neraka, sebab puasa Ramadhan mendatangkan ampunan atas dosa yang lain dan
pada akhirnya terbebas dari Neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari
Neraka padahal dengan berbagai dosanya ia semestinya masuk Neraka, maka Allah
mensyari'atkan bagi mereka hari Raya setelah menyempurnakan puasanya, untuk
bersyukur kepada Allah, berdzikir dan bertakbir atas petunjuk dan syari'at-Nya
berupa shalat dan sedekah pada hari Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan hari
pembagian hadiah, orang-orang yang berpuasa diberi ganjaran puasanya, dan
setelah hari Raya tersebut mereka mendapatkan ampunan.
2. 'Idul Adha di Hari Raya Kurban,
ia lebih agung dan utama daripada 'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara
sebagai penyempurna ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima, bila kaum
muslimin merampungkan ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari Raya kaum
muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang
Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi, di saat mereka berhasil memperoleh apa
yang dijanjikan-Nya berupa ganjaran dan pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif,
oleh Ibnu Rajab, hlm. 255-258)
HIKMAH DISYARI’ATKANNYA ZAKAT FITRAH
Di antara hikmah disyari'atkannya
zakat fitrah adalah :
a. Zakat fitrah merupakan zakat
diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan
nikmat-Nya.
b. Zakat fitrah juga merupakan
bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka
dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita
dengan segala anugerah nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling agung
adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa.
(Lihat Al Irsyaad Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As
Sa'di, hlm. 37.)
d. Di antara hikmahnya adalah
sebagaimana yang terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas,
yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan
perkataan buruk, demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada
fakir miskin.
Ya Allah terimalah shalat· kami,
zakat dan puasa kami serta segala bentuk ibadah kami sesungguhnya Engkau
Mahakuasa atas segala sesuatu.
Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan selalu kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya.
Amin.
ZAKAT FITRAH
Diantara dalil yang menganjurkan
untuk menunaikan zakat fitrah adalah :
1. Firman Allah Ta'ala :
"Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
2. Hadits shahih yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka
dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum
muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum
orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya)" (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat
fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+-
3 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib
baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama
sehari semalam. Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang
paling utama adalah sebelum shalat 'Id, boleh juga sehari atau dua lari
sebelumnya, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah hari
Raya. Dari Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhuma :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai
penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai
pemberian makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa yang
mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa
yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa. "(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih menurut kriteria Imam
Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh diganti
dengan nilai nominalnya(*),(*)''' Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang
menyatakan bahwa zakat fithrah adalah dari limajenis makanan pokok (Muttafaq
'Alaih). Dan inilah pendapat jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan
bahwa yang dimaksud adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang
melarang mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa pada zaman
Nabi shallallahu hlaihi wasallam juga terdapat nilai tukar (uang), dan
seandainya dibolehkan tentu beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai
makanan tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun yang membolehkan
zakat fithrah dengan nilai tukar adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak sesuai dengan
ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan bagi jamaah
(sekelompok manusia) membeyikan jatah seseorang, demikian pula seseorang boleh
memberikan jatah orang banyak.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan
kecuali hanya kepada fakir miskin atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan
ketika terbenamnya matahari pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal atau mendapat
kesulitan (tidak memiliki sisa makanan bagi diri dan keluarganya, pen.) sebelum
terbenamnya matahari, maka dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia
mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia wajib membayarkannya (sebab ia
belum terlepas dari tanggungan membayar fitrah).
FATWA-FATWA PENTING
A.
FATWA RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM SEKITAR PUASA :
v
Seorang
sahabat bertanya kepada beliau: "Wahai Rasulullah, Saya lupa sehingga makan dan
minum, padahal saya sedang berpuasa." Beliau menjawab : "Allah telah memberimu
makan dan minum" (HR. Abu Daud). Dan dalam riwayat Ad-Daruquthni dengan sanad
shahih disebutkan "Sempurnakan puasamu dan kamu tidak wajib mengqadhanya,
sesungguhnya Allah telah memberimu makan dan minum" peristiwa itu terjadi pada
hari pertama di bulan Ramadhan.
v
Pernah juga
beliau ditanya tentang benang putih dan hitam, jawab beliau : "Yaitu terangnya
siang dan gelapnya malam." (HR. An-Nasa'i). "Seorang sahabat bertanya: "Saya
mendapati shalat shubuh dalam keadaan junub, lain saya berpuasa -bagaimana
hukumnya-? Jawab beliau : "Aku juga pernah mendapati Shubuh dalam keadaan junub,
lantas aku berpuasa. "Ia berkata: "Engkau tidak seperti kami wahai Rasulullah,
karena Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang lalu ataupun yang
belakangan. Nabi shallallahu halaihi wasallam menjawab : "Demi Allah, sungguh aku berharap
agar aku menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan paling tahu akan
sesuatu yang bisa dijadikan alat bertakwa." (HR. Muslim).
v
Beliau pernah
ditanya tentang puasa di perjalanan, maka beliau menjawab : "Terserah Kamu,
boleh berpuasa boleh pula berbuka." (HR. Muslim).
v
Hamzah bin
'Amr pernah bertanya : "Wahai Rasulullah, saya mampu berpuasa dalam perjalanan,
apakah saya berdosa?" Beliau menjawab : "Ia adalah rukhshah (keringanan) dari
Allah, barangsiapa mengambilnya baik baginya dan barangsiapa lebih suka berpuasa
maka ia tidak berdosa." (HR. Muslim).
v
Sewaktu
ditanya tentang meng-qadha' puasa dengan tidak berturut-turut, beliau menjawab :
"Hal itu kembali kepada dirimu (tergantung kemampuanmu), bagaimana pendapatmu
jika salah seorang di antara kamu mempunyai tanggungan hutang lalu mencicilnya
dengan satu dirham dua dirham, tidakkah itu merupakan bentuk pelunasan? Allah
Maha Pemaaf dan Pengampun." (HR. Ad-DaYuquthni, isnadnya hasan).
v
Ketika ditanya
oleh seorang wanita: "Wahai Rasulullah, ibu saya telah meninggal sedangkan ia
berhutang puasa nadzar, bolehkah saya berpuasa untuknya? Beliau menjawab :
"Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang lantas kamu lunasi,
bukankah itu membuat lunas hutangnya? la berkata, 'Benar'.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, 'Puasalah untuk ibumu.' Hadits Muttafaq 'Alaih) (Lihat I'laarnul
Muwaqqii'in 'An Rabbil 'Aalamiin, oleh Ibnul Qayyim, 4/266-267)
B.
SEBAGIAN FATWA IBNU TAIMIYAH
Beliau ditanya tentang hukum
berkumur dan memasukkan air ke rongga hidung (istinsyaq), bersiwak, mencicipi
makanan, muntah, keluar darah meminyaki rambut dan memakai celak bagi seseorang
yang sedang berpuasa, Jawaban beliau : "Adapun berkumur dan memasukkan air ke
rongga hidung adalah disyari'atkan, hal ini sesuai dengan kesepakatan para
ulama. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya juga melakukan hal
itu, tetapi beliau berkata kepada Al-Laqiit bin Shabirah : "Berlebih-lebihanlah
kamu dalam menghirup air ke hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa." (HR. Abu
Daud, At-Tirmidzi, An-Nasaa'i dan Ibnu Maajah serta dishahihkan oleh Ibnu
Khuzaimah).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
tidak melarang istinsyaq bagi orang yang berpuasa, tetapi hanya melarang
berlebih-lebihan dalam pelaksanaannya saja.
Sedangkan bersiwak adalah boleh,
tetapi setelah zawal (matahari condong ke barat) kadar makruhnya
diperselisihkan, ada dua pendapat dalam masalah ini dan keduanya diriwayatkan
dari Imam Ahmad, namun belum ada dalil syar'i yang menunjukkan makruhnya, yang
dapat menggugurkan keumuman dalil bolehnya bersiwak.
Mencicipi makanan hukumnya makruh
jika tanpa keperluan yang memaksa, tapi tidak membatalkan puasa. Adapun jika
memang sangat perlu, maka hal itu bagaikan berkumur, dan boleh hukumnya.
Adapun mengenai hukum
muntah-muntah, jika memang disengaja dan dibikin-bikin maka batal puasanya,
tetapi jika datang dengan sendirinya tidak membatalkan. Sedangkan memakai minyak
rambut jelas tidak membatalkan puasa.
Mengenai hukum keluar darah yang
tak dapat dihindari seperti darah istihadhah, luka-luka, mimisan (keluar darah
dari hidung) dan lain sebagainya adalah tidak membatalkan puasa, tetapi
keluarnya darah haid dan nifas membatalkan puasa sesuai dengan kesepakatan para
ulama.
Adapun mengenakan celak (sipat
mata) yang tembus sampai ke otak, maka Imam Ahmad dan Malik berpendapat : Hal
itu membatalkan puasa, tetapi Imam Abu Hanifah dan Syafi'i berpendapat: hal itu
tidak membatalkan. (Lihat Majmu' Fataawaa, oleh Ibnu Taimiyah,
25/266-267. Wallahu A 'lam.
Ibnu Taimiyah menambahkan dalam
"Al-Ikhtiyaaraat" : "Puasa seseorang tidak batal sebab mengenakan celak, injeksi
(suntik), zat cair yang diteteskan di saluran air kencing, mengobati luka-luka
yang tembus sampai ke otak dan luka tikaman yang tembus ke dalam rongga tubuh.
Ini adalah pendapat sebagian ulama. (Lihat Al Ikhtiyaraatul Fiqhiyah, hlm.
108) Wallahu A 'lam'.
C.
SEBAGIAN FATWA SYAIKH ABDURRAHIMAN NASIR ASSA'DI
Beliau ditanya tentang orang yang
meninggal sebelum melunasi puasa wajibnya, bagaimana hukumnya? Jawaban beliau :
"Jika ia meninggal sebelum membayar puasa wajibnya, seperti orang yang meninggal
dalam keadaan berhutang puasa Ramadhan, kemudian diberikan kepadanya kesehatan,
namun dia belum sempat menunaikannya, maka waijb baginya memberi makan kepada
satu orang miskin setiap hari sesuai dengan jumlah puasa yang ia tinggalkan.
Menurut Ibnu Taimiyah, jika puasanya diwakili maka sah hukumnya, hal ini kuat
sumber hukumnya.
Kondisi kedua :
Ia meninggal sebelum dapat menunaikan
tanggungan hutangnya seperti sakit di bulan
Ramadhan dan mati di pertengahannya,
sedangkan ia tidak berpuasa karena sakit
tersebut atau bahkan sakitnya berlangsung
terus hingga ajalnya tiba. Hal ini
tidak menjadikannya wajib membayar kaffarah
meskipun kematiannya setelah rentang waktu
yang cukup lama, karena ia tidak
gegabah dan melalaikannya, demikian pula ia
tidak meninggalkannya kecuali adanya udzur
syar'i. (Lihat Al Irsyaadu Ilaa Ma'rifatil
Ahkaam, hlm. 85-86.)
Dari Aisyah radhiallahu 'anha,
bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa meninggal
dunia sedangkan in punya tanggungan puasa, maka walinya boleh berpuasa
menggantikannya." (Muttafaq 'Alaih).
Hadits ini
menunjukkan anjuran berpuasa kepada orang
yang masih hidup untuk si mayit,
dan bahwasanya jika seseorang meninggal dalam
keadaan memiliki hutang puasa, maka boleh
digantikan oleh walinya."
Imam Nawawi
berkomentar : "Para ulama berbeda pendapat
tentang mayit yang memiliki tanggungan puasa
wajib, seperti puasa Ramadhan, qadha'
dan nadzar ataupun yang lain.
Apakah wajib diqadha untuknya?
Dalam masalah ini
Imam Syafi'i memiliki dua pendapat, yang
terpopuler adalah, Tidak wajib diganti
puasanya, sebab puasa pengganti untuk si
mayit pada asalnya tidak sah. Adapun
pendapat kedua, 'Disunnahkan bagi walinya
untuk berpuasa sebagai pengganti bagi si
mayit, hingga si mayit terbebas dari
tanggungannya dan tidak usah membayar
kaffarah (memberi makan orang miskin
sesuai dengan bilangan puasa yang
ditinggalkannya). Pendapat inilah yang benar
dan terbaik menurut keyakinan kami. Dan
pendapat inipun dibenarkan oleh para penelaah
madzhab kami -yang menghimpun dan menyatukan
disiplin ilmu fiqh dan hadits- berdasarkan
hadits-hadits shahih diatas. (Lihat Al Majmu'atul
Jalilah, hlm. 158.) Wallahu A 'lam. "
D.
BEBERAPA FATWA ULAMA NEJED (ARAB SAUDI)
v
Syaikh
Abdullah bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai
mulai kapan seorang anak yang menginjak
dewasa diperintah melakukan ibadah puasa? Beliau
menjawab : "Anak yang belum dewasa jika
ia mampu berpuasa maka pantas diperintah
melaksanakannya, dan bila meninggalkannya diberi
hukuman.
v
Syaikh Hamd
bin Atiq ditanya tentang seorang wanita yang mendapati darah sebelum terbenam
matahari, apakah puasanya dinyatakan sah?
Beliau menjawab : "Puasanya tidak sempurna pada hari itu."
Beliau menjawab : "Puasanya tidak sempurna pada hari itu."
v
Syaikh Abdulah
bin Syaikh Muhammad ditanya mengenai orang yang makan (berbuka) di bulan
Ramadhan, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Orang yang makan di siang hari bulan Ramadhan atau minum harus diberi pelajaran (dengan hnkuman) supaya jera."
Beliau menjawab : "Orang yang makan di siang hari bulan Ramadhan atau minum harus diberi pelajaran (dengan hnkuman) supaya jera."
v
Syaikh
Abdullah Ababathin ditanya tentang orang yang berpuasa mendapatkan aroma
sesuatu, bagaimana hukumnya?
Beliau menjawab : "Semua aroma yang tercium oleh orang yang sedang menunaikan ibadah puasa tidak membatalkan puasanya kecuali bau rokok, jika ia menciumnya dengan sengaja maka batallah puasanya.
Tetapi jika asap rokok masuk ke hidungnya tanpa disengaja tidak membatalkan, sebab amat sulit untuk menghindarinya. Wallahu A'lam"
Beliau menjawab : "Semua aroma yang tercium oleh orang yang sedang menunaikan ibadah puasa tidak membatalkan puasanya kecuali bau rokok, jika ia menciumnya dengan sengaja maka batallah puasanya.
Tetapi jika asap rokok masuk ke hidungnya tanpa disengaja tidak membatalkan, sebab amat sulit untuk menghindarinya. Wallahu A'lam"
Semoga sbalawat dan salam
senantiasa dilimpahkan kepada Nabi MUhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam,
segenap keluarga dan sababatnya, amin.
CATATAN PENTING
1.
Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang membuat berbagai variasi
pada menu makanan dan minuman mereka. Walaupun hal itu diperbolehkan, tetapi
tidak dibenarkan israf (erlebih-lebihan) dan melampaui batas. Justeru seharusnya
adalah menyederhanakan makanan dan minuman. Allah Ta'ala berfirman :
"Makan dan
minumlah dan janganlah kalian berbuat israf (berlebih-lebihan), sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf." (Al-A'raaf: 31). Ayat ini
termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian salaf berkomentar : "Allah
mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran hanya dalam setengah ayat," lantas
membacakan ayat ini. ( Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan
minum yang merupakan penopang utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian
melarang berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat membahayakan tubuh.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Makanlah,
minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa disertai dengan berlebih-lebihan
dan kesombongan."
(HR. Abu Daud dan Ahmad, Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam
bersabda lagi : “Tiada tempat yang
lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam daripada perutnya, cukuplah bagi mereka
beberapa snap yang dapat menopang tulang punggungnya (penyambung hidupnya) jika
hal itu tidak bisa dihindari maka masing-masing sepertiga bagian untuk
makanannya, minumnya dan nafasnya." (HR. Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu
Majah dan At-Tfrmidzi, beliau berkomentar: Hadits ini Hasan, dan hadits ini
merupakan dasar utama bagi semua dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul
Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar radhiallahu'anhu
berkata : "Tidak pantas bagi seorang mukmin menjadikan perutnya sebagai tujuan
utama, dan nafsu syahwat mengendalikan dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah
berkata: "Jika Anda menghendaki badan sehat dan tidur sedikit, maka makanlah
sedikit saja."
Dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Sungguh, di
antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang
menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa
nafsu." (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak teringan
akibat berlebih-lebihan dalam makan dan minum adalah banyak tidur dan malas
melaksanakan shalat tarawih serta membaca Al-Qur'an, baik di waktu malam atau di
siang hari. Barangsiapa yang banyak makan dan minumnya, maka akan banyak
tidurnya sehingga tidak sedikit kerugian yang menimpanya
Karena ia telah menyia-nyiakan
detik-detik Ramadhan yang mulia dan sangat berharga yang tidak dapat digantikan
dengan waktu lain serta tidak ada yang menyamainya. Ketahuilah bahwa waktumu
terbatas dan detak nafasmu terkalkulasi rapi, sedangkan dirimu nanti akan
dimintai pertanggungjawaban atas waktumu, dan kamu akan diganjar atas perbuatan
yang kamu lakukan di dalamnya. Maka janganlah sekali-kali kamu menyia-nyiakannya
tanpa amal perbuatan dan jangan kamu biarkan umurmu pergi percuma, terutama pada
bulan dan musim yang mulia dan agung ini.
2.
Jika diperhatikan, banyak manusia yang menghabiskan siang hari di bulan
Ramadhan hanya untuk tidur mendengkur, sementara malamnya mereka habiskan untuk
mengobrol dan bermain-main, sehingga mereka tidak merasakan puasa sedikit pun
bahkan tidak sedikit yang meninggalkan shalat berjamaah, semoga Allah
menunjukinya. Hal ini mengandung bahaya dan kerugian yang sangat besar bagi
mereka, karena Ramadhan adalah musim segala ibadah seperti melaksanakan shalat,
puasa, membaca Al-Qur'an, dzikir, berdo'a dan mohon ampunan. Ramadhan merupakan
bilangan hari, yang berlalu dengan cepat dan menjadi saksi ketaatan bagi
orang-orang yang taat, sekaligus sebagai saksi bagi para tukang maksiat atas
semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim selalu
memanfaatkan waktunya dalam hal-hal yang berguna, janganlah memperbanyak makan
di malam hari dan tidur di siang hari, jangan pula menyia-nyiakan sedikit pun
waktunya tanpa berbuat amal shalih atau mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri
rahimahullah, bahwasanya ia berkata : "Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan
bulan Ramadhan sebagai saat untuk berlomba-lomba dalam amal kebajikan dan
bersaing dalam melakukan amal shalih. Maka satu kaum mendahului lainnya dan
mereka menang, sedangkan yang lain terlambat dan mereka pun kecewa."
Ketahuilah bahwa siang dan malam
hari itu merupakan gudang bagi manusia yang sarat dengan simpanan amal baik atau
buruknya. Kelak pada hari Kiamat akan dibuka gudang ini untuk (diperlihatkan dan
diserahkan kepada) pemiliknya. Orang-orang yang bertakwa akan mendapati simpanan
mereka berupa penghargaan dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa yang
menyia-nyiakan waktunya akan mendapatkan kerugian dan penyesalan.
3.
Sebagian orang malah begadang sepanjang malam, yang hal tersebut hanya
membawa dampak negatif, baik berupa obrolan kosong, permainan yang tidak ada
manfaatnya ataupun keluyuran di jalanan. Mereka makan sahur di pertengahan malam
dan tertidur sehingga tidak melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam hal inl
banyak hal-hal yang dilarang, di antaranya adalah :
a.
Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat
membenci tidur sebelum shalat Isya' dan berbicara sesudahnya, kecuali dalam
hal-hal yang baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak diperkenankan bercakap-cakap di malam hari kecuali bagi orang yang sedang
mengerjakan shalat atau sedang bepergian." (HR. Ahmad, As-Suyuti menandainya
sebagai hadits hasan).
b.
Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan Ramadhan dengan percuma,
padahal manusia akan merugi sekali dari setiap waktunya yang berlalu tanpa diisi
dengan dzikir sedikit pun kepada Allah.
c.
Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan dan disunnahkan yakni di
akhir malam sebelum fajar.
d.
Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga meninggalkan shalat Shubuh
tepat pada waktunya dengan berjamaah, padahal pahalanya sebanding dengan
melaksanakan shalat separuh malam bahkan semalam suntuk, sebagaimana disebutkan
dalam hadits riwayat Utsman radhiallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa
mendirikan shalat Isya' dengan berjamaah, maka ia bagaikan melaksanakan shalat
separuh malam, dan barangsiapa shalat shubuh berjamaah maka ia bagaikan shalat
semalam suntuk." (HR.
Muslim).
Oleh karena itu, mereka yang
selalu mengakhirkan shalat dan bermalas-malasan dalam melaksanakannya serta
menghalangi dirinya sendiri dari keutamaan dan pahala shalat berjamaah yang
agung berarti memiliki sifat-sifat orang munafik.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan
apabila mereka mendirikan shalat mereka mendirikannya dengan malas." (An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda : "Sesungguhnya
shalat yang terberat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya' dan Shubuh,
jika mereka mengetahui pahalanya, niscaya mereka mendatanginya kendatipun dengan
merangkak." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
Maka sudah selayaknya -terutama di
bulan Ramadhan- setiap muslim segera tidur setelah melaksanakan shalat tarawih,
lain secepatnya bangun di akhir malam, kemudian shalat malam dan menyibukkan
diri dengan dzikir, do'a, istighfar dan taubat sebelum dan seusai sahur hingga
shalat fajar.
Tetapi lebih utama lagi jika ia
habiskan malam harinya dengan membaca dan mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana
yang telah dilakukan Nabi shallallahu a'alaihi wasallam bersama Jibril 'alaihis
salam.
Allah Ta'ala memuji dan menyanjung
orang-orang yang memohon ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam firman-Nya :
"Mereka sedikit
sekali ridur di malam hari, dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan
kepada Allah)."
(Adz-Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda : "Allah Ta'ala
turun ke langit dunia setiap malam sewaktu malam tinggal sepertiga bagian akhir,
lantas berfirman, “Barangsiapa berdo'a akan Aku kabulkan. Barangsiapa yang
memohon pasti Aku perkenankan. Barangsiapa minta ampun niscaya Aku
mengampuninya, hingga terbit fajar." (HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap
muslim yang selalu berharap rahmat Tuhannya dan takut terhadap siksaNya-
memanfaatkan kesempatan penting ini, dengan berdo'a dan mohon ampun kepada Allah
untuk dirinya, kedua orang tuanya, anak-anaknya, segenap kaum muslimin dan para
penguasanya. Memohon ampun dan bertaubat kepada Allah di setiap malam bulan
Ramadhan dan di setiap saat dari umurnya yang terbatas sebelum maut menjemput,
amal perbuatan terputus dan penyesalan berkepanjangan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan
bertaubatlah kalian semua orang-orang yang beriman supaya kalian
beruntung." (An-Nuur:
31),
Ya Allah terimalah taubat kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang. Semoga shalawat dan
salam selalu dilimpahkan ke haribaan Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para
sahabatnya.
PERINGATAN
Sebagian orang apabila datang
bulan Ramadhan, mereka bertaubat, mendirikan shalat dan melaksanakan badah
puasa. Namun jika Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan shalat dan
melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah seburuk-buruk manusia, karena mereka
tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa
pemilik bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di
setiap waktu dan Allah Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja
dan kapan saja. Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni
dengan meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk
tidak mengulanginya di masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan
diampuni segala dosanya. Allah Ta'ala berfirman : "Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orangyang beriman supaya kamu beruntung.
(An-Nur : 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta
'ala berfirman : "Hai orang-orang
yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan
kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (At-Tahrim : 8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada
Allah dengan lisannya, namun hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan
bertekad untuk kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar
melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada Allah dan
bertaubat kepada-Nya, Dzat yang tiada Tuhan yang haq kecuali Dia, Yang Maha
hidup dan Berdiri Sendiri. Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah taubatku
karena sesungguhnya hanya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat dan Maha
Penyayang. Ya Allah aku telah berbuat banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri
dan tiada yang dapat mengampuni dosa melainkan Engkau, maka ampunilah aku dengan
ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan
Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad, segenap keluarga dan para sahabat beliau.
Langganan:
Postingan (Atom)
Catatan Penting
Please note:
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan menimpa kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan kemaluanmu serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu." (HR.Ahmad). .
Ipsum
Please note:
Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.
Dolor
Please note:
Delete this widget in your dashboard. This is just a widget example.